Laporan
Praktikum Ke : 1 Hari/Tanggal : Senin, 27 Maret 2012
Integrasi
Proses Nutrisi Tempat Praktikum : Lab. Fisiologi
(BFM)
Nama Asisten : Tekad Urip P.S
SAPONIN
Santa Lusya Simanjuntak
D24100026
DEPARTEMEN ILMU
NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS
PETERNAKAN
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
2012
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Saponin adalah suatu
senyawa glikosida yang mempunyai struktur steroid dan mempunyai sifat-sifat
khas dapat membentuk larutan koloidal dalam air dan membuih bila dikocok.
Glikosida saponin bisa berupa saponin steroid maupun saponin triterpenoid.
Saponin mempunyai beberapa sifat yaitu mempunyai rasa pahit, dalam larutan air
membentuk busa yang satbil, menghemolisa eritrosit, beracun bagi hewan berdarah dingin, namun tidak beracun bagi hewan berdarah
panas.
Senyawa ini banyak ditemukan dalam
tanaman yang digunakan sebagai hijauan pakan ternak ruminansia, terutama
leguminosa, dan tanaman yang berpotensi sebagai imbuhan pakan untuk ruminansia.
Pada hewan ruminansia, saponin dapat digunakan sebagai antiprotozoa karena
mampu berikatan dengan kolesterol pada sel membran protozoa, sehingga
menyebabkan membranolisis pada sel membran protozoa. Penggunaan saponin yang
ditambahkan ke dalam ransum dapat menurunkan populasi protozoa rumen secara
parsial atau keseluruhan . Oleh karena itu dalam praktikum ini digunakan
daun-daun legum untuk mendeteksi ada tidaknya kandungan saponin melalui cairan
rumen.
Tujuan
Tujuan praktikum
kali ini adalah mendeteksi keberadaan saponin dalam hijauan pakan ternak dengan
menggunakan pelarut air; mengetahui kestabilan busa saponin di dalam larutan
saliva buatan dan cairan rume; dan mengetahui pengaruh penggunaan saponin terhadap
populasi protozoa rumen.
TINJAUAN
PUSTAKA
Saponin
Saponin merupakan
senyawa sabun (bahasa latin = sapo) yang dapat mengacaukan ikatan hidrogen pada
air. Saponin berbeda struktur dengan senyawa sabun yang ada. Saponin merupakan
jenis glikosida yang terdiri dari glikon (glukoa, fruktosa, dll) dan aglikon (senyawa
bahan alam lainnya). Saponin merupakan glikosida yang memiliki
aglikon berupa steroid dan triterpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti
steroid (C 27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis
menghasilkan suatu aglikon yang dikenal saraponin. Saponin triterpenoid
tersusun atas inti triterpenoid dengan senyawa karbohidrat yang dihidrolisis
menghasilkan aglikon yang dikenal sapogenin (Dwi Arif, 2010)
Saponin umumnya berasa pahit dan dapat membentuk buih
saat dikocok dengan air. Secara fisika buih ini timbul karena adanya penurunan
tegangan permukaan pada cairan (air) (Dwi Arif, 2010). Selain itu saponin
bersifat racun untuk beberapa hewan berdarah dingin. Saponin ditemukan pada
tanaman dan secara umum dikelompokkan sebagai faktor antinutrisi atau racun dan
menyebabkan fotosensitisasi (Pirez et al.,
2002 dalam Januarti, 2009).
Saponin menyebabkan perbedaan spesies bakteri dalam
rumen. Bakteri selulolitik lebih toleran terhadap saponin dibandingkan dengan bakteri lainnya (Wang et al., 2000). Hristov et al menyatakan bahwa penambahan
saponin dapat menurunkan populasi protozoa dalam rumen. Beberapa penelitian
menunjukkan efek dari pemberian saponin pada ternak dan pengaruhnya terhadap
lingkungan, yaitu dapat mengurangi produk methan (Wallace et al., 2002 dalam Januarti 2009).
Cairan
Rumen
Cairan rumen yang
diperoleh dari rumah potong hewan kaya akan kandungan enzim pendegradasi serat
dan vitamin. Cairan rumen mengandung enzim α-amilase, galaktosidase,
hemiselulase, selulase, dan xilanase (Williams dan Withers, 1992 dalam Dadik,
2005). Rumen diakui sebagai enzim pendegragasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis
dalam rumen disebabkan karena pengaruh sinergis dan interaksi dari mikroorganisme.
Isi rumen berpotensi sebagai feed additive.
Tetapi dapat juga mencemari lingkungan apabila tidak segera ditangani. Cairan
rumen ini juga meningkatkan kandungan VFA (volatile
fatty acids) pada pakan onggok (Hardiyanto, 2001).
Mikroba Rumen
Mikroorganisme didalam
retikulo-rumen mempunyai peranan penting dalam proses fermentasi pakan. Secara
garis besar terdapat 4 kelompok utama mikroba rumen yaitu bakteri, protozoa,
jamur dan bakteriophage atau virus. Urain berikut hanya membahas protozoa. protozoa
berasal dari bahasa Yunani, yaitu protos artinya pertama dan zoon artinya
hewan. Jadi, Protozoa adalah hewan pertama. Tubuh protozoa amat sederhana,
yaitu terdiri dari satu sel tunggal (unisel). Ukuran tubuhnya antara 3-1000
mikron. Bentuk tubuh bermacam-macam, ada yang seperti bola, bulat memanjang,
atau seperti sandal, bahkan ada yang bentuknya tidak menentu (Arora, 1989).
Sebagian besar protozoa
yang terdapat didalam rumen adalah cilliata meskipun flagellata juga
banyak dijumpai. Cilliata ini merupakan non pathogen dan anaerobic
michroorganism. Pada kondisi rumen yang normal dapat dijumpai ciliata
sebanyak 105 - 106 per ml isi rumen. Cilliata mampu
memfermentasi hampir seluruh komponen tanaman yang terdapat didalam rumen
seperti: selulosa, hemiselulosa, fruktosan, pektin, pati, gula terlarut dan
lemak. Ciliata rumen berasal dari famili Ophryoscolecidae (Hendrawan, 2008).
Daun Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Lamtoro
termasuk tanaman leguminosa yakni tanaman polongan yang merupakan tanaman yang
daun dan bijinya banyak mengandung nitrogen.
Lamtoro berguna sebagai makanan ternak,
mempertahankan kesuburan tanah dan mencengah erosi. Lamtoro sebagai hijauan
makanan ternak, jumlah zat-zat yang terkandung didalamnya merupakan saingan
alfa. Lamtoro hanya bisa diberikan pada hewan ruminansia seperti sapi, kambing,
dll atau apabila diberikan pada hewan monogastrik, tetapi dalam jumlah
terbatas, mengingat bahwa tanaman ini mengandung toksik (racun). Tepung daun
lamtoro tidak bisa diberikan pada hewan yang sedang bunting dan pada unggas
pemakaiannya kurang dari 15% (Anonim, 2011).
Menurut Helena (1992) yang dikutip
Susanti (2002), kandungan nutrisi daun lamtoro cukup tinggi yaitu 24.77%
protein, 1.7% abu, 3.86% lemak, 14.26% SK, 39.53% BETN, 1.57% Ca, dan 0.285% P.
Pemberian lamtoro mampu meningkatkan
fermentasi dalam rumen serta mampu meningkatkan penyerapan asam amino ke usus
halus.
Gamal ( Gliricidia sepium )
Gamal
yang dalam bahasa latin Gliricidia sepium,
tanaman ini sering disebut juga kelor laut atau cebreng. Gamal merupakan
tanaman pelindung yang daunnya biasa diberikan sebagai hijauan pakan ternak
ruminansia karena memiliki nilai nutrisi yang tinggi (kandungan protein 18-30%)
dan kecernaan tinggi (70%). Di samping itu daun dari tanaman ini ternyata juga
mempunyai bahan aktif kumarin yang bersifat insektisida, rodentisida dan
bakterisida (Anonim, 2011).
Pemanfaatan daun gamal sebagai sumber pakan ruminansia sangat memungkinkan
dan beralasan, mengingat tanaman gamal dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang
kurang subur, tahan terhadap kekeringan dan produksi hijauan tinggi. Daun gamal
dapat dimanfaatkan sebagai pakan basal ternak kambing maupun pakan campuran
melalui proses pelayuan. Meski demikian, pemanfaatan daun gamal semata-mata
ternyata belum mampu menunjukkan tingkat produktivitas ternak yang baik. Hal
tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh tidak tercukupinya unsur-unsur
nutrisi yang penting, adanya zat anti nutrisi utamanya saponin dan rendahnya
palatabilitas (Jalaludin 1994).
Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis)
Kembang
sepatu merupakan salah satu tanaman hias yang termasuk ke dalam
divisi
Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Malvales, famili Malvaceae,
genus Hibiscus. Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis) merupakan
tanaman semak yang berasal dari Asia Timur dan banyak ditanam sebagai tanaman
hias di daerah tropis dan subtropis dengan tinggi 3 m serta banyak menghasilkan
bunga. Penambahan daun kembang sepatu dalam ransum ternak dapat meningkatkan
produksi ternak hingga 20% (Tresnia, 2008).
Penggunaan daun kembang sepatu pada feed
block suplement hingga level 10% menunjukkan pencapaian produksi ammonia
dalam waktu yang lebih cepat, dapat mempengaruhi peningkatan populasi bakteri
secara nyata, dan dapat menurunkan persentase protozoa dibandingkan dengan feed
block suplement tanpa penambahan daun kembang sepatu. Kandungan saponin
dalam daun kembang sepatu juga dapat mengurangi jumlah protozoa rumen sebanyak
55% dan lebih tinggi dibandingkan minyak kelapa sebesar 45% (Jalaludin, 1994).
Daun Singkong (Manihot esculenta)
Daun singkong terdapat di berbagai
daerah tropis. Daun ini mengandung glukosida rendah, sumber viatmin C,
mengandung provitamin A sedang dan sekitar 30% protein berdasarkan bobot
kering. Keberadaan sianogenik di semua
bagian tanaman (daun) menjadi perhatian utama. Pembuangan kandungan glukosa
sianogenik dilakukan dengan perendaman daun singkong. Pengaruh berkurangnya
tanin maupun HCN (racun) daun segar banyak berkurang (>90%) bila daun dicacah,
dijemur 1-2 hari sebelum dipakai sebagai campuran ransum (Adrizal, 2003)
Tepung singkong dapat digunakan dalam pakan hingga 30%.
Pemberian dalam jumlah yang lebih tinggi akan menyebabkan ternak mencret
(diare). Daun singkong juga ternyata bias digunakan sebagai pakan untuk ternak
ruminansia. Akan tetapi daun singkong tetatp mengandung zat antinutrisi yaitu
HCN walaupun dalam jumlah yang sedikit bila dibandingkan pada bagian umbinya
(Sandhy, 2000).
Kaliandra (Calliandra
calothyrsus)
Kaliandra
merupakan tanaman leguminosa yang tahan terhadap kekeringan dan mengandung
protein sekitar 22% sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Kandungan
tanin dalam tanaman kaliandra sekitar 10% menyebabkan kecernaan kaliandra
menjadi rendah yaitu 35 - 42% dan diperkirakan dapat melindungi protein dari
pemecahan oleh mikroba rumen. Kandungan tanin dalarn pakan ternak mrnpunyai
pengaruh yang rnenguntungkan dan merugikan. Secara in vivo pakan ternak yang banyak mengandung tanin menurunkan
pertambahan bobot badan, kecernaan dan efisiensi pakan dan tanin dapat melukai
saluran pencernaan sehingga mengganggu fungsi saluran pencernaan. Disamping itu
tanin dapat menghambat aktivitas enzim pencernaan termasuk protease, lipase dan
glikosidase. Namun keuntungan tanin dalam pakan antara lain mencegah kembung
pada ternak sapi dan domba, selain itu tanin terkondensasi melindungi protein
dari degradasi mikroba rumen (protein bypass) sehingga dapat langsung diserap
oleh usus halus (Wiryawan, 1999).
MATERI DAN METODE
Materi
Alat-alat
yang digunakan pada praktikum ini adalah mortar dan pestel, corong, tabung
reaksi atau tabung hungate, rak tabung reaksi, pipet tetes, timbangan kasar, cover glass, spoit, mikroskop, counting chamber, shaker water bath, kompor gas, panci untuk merebus air, botol
selai, botol schott, tabung fermentor, pengaduk, sendok plastik, dan termos
sebagai tempat rumen.
Bahan-bahan yang digunakan adalah
larutan saliva buatan, larutan Thryphan
Blue Formalin Saline (TBFS), cairan rumen, daun lamtoro, daun gamal, daun
kembang sepatu, daun kaliandra, daun singkong, sabun cair dan colek, aquadest,
gas CO2, kapas dan tissue.
Metode
Persiapan Sampel Daun
Gerus/
giling sampel daun (kaliandra, gamal, kembang sepatu, lamtoro, dan daun
singkong) dengan menggunakan pestel dan mortar, masukkan masing-masing 2 gram
sampel gerusan ke dalam gelas piala, tambahkan 100 ml air panas, didihkan
selama 5 menit, dinginkan dalam suhu ruang, saring dengan corong dan kapas,
ambil filtrat dan buang ampasnya. Lakukan prosedur yang sama dengan menggunakan
air dingin (aquadest).
Persiapan Sampel Sabun
Timbang
masing-masing 1 gram sabun colek atau sabun cair, masukkan ke dalam botol
selai. Kemudian larutkan dengan aquadest hingga mencapai volume 100 ml.
Uji Saponin
Filtrat panas daun (lamtoro, gamal,
kembang sepatu, kaliandra dan singkong) dimasukkan sebanyak 5 ml ke dalam
tabung reaksi – tutup. Dikocok selama 10 detik, biarkan selama 10 menit. Amati
adanya busa/buih yang stabil sebagai indikator adanya saponin, lalu ukur
ketinggian busa. Lakukan prosedur yang sama untuk filtrat air dingin, amati apa
yang terjadi.
Uji Kestabilan Busa dalam Larutan Saliva dan Cairan
Rumen
Filtrat daun (gamal, lamtoro,
kaliandra, kembang sepatu dan singkong) masing-masing dimasukkan sebanyak 5 ml
ke dalam tabung reaksi. Kemudian tambahkan 5 ml larutan saliva buatan, kocok
selama 10 detik,biarkan selama 10 menit, dan ukur ketinggian busa. Lakukan
prosedur diatas dengan menggunakan cairan rumen serta sampel sabun. Amati
perbedaan antar sampel larutan.
Uji Pengaruh Saponin Terhadap Populasi Protozoa
Tabung
fermentor yang berisi gas CO2 disiapkan sebanyak 5 buah. Kemudian dimasukkan 1
ml filtrat yang panas ( daun lamtoro, gamal, kaliandra, kembang sepatu, daun
singkong) menggunakan spoit ke dalam masing-masing tabung. Ditambahkan sebanyak
5 ml cairan rumen dan dikocok perlahan di dalam shaker water bath selama 10
menit. Ambil cairan dalam tabung fermentor dengan menggunakan spoit dan
diletakkan pada counting chamber yang sudah diletakkan cover glass. Selanjutnya
diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali. Lihat perbedaan terhadap
jumlah protozoa pada masing-masing filtrat. Tetapi, pada praktikum ini hanya
menggunakan filtrat daun gamal dan rumen karena waktu yang tidak cukup.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel
1. Busa Sebagai Indikator Adanya Saponin pada Filtrat Dingin
Filtrat
Daun
|
Perlakuan
|
||
Netral
|
Netral
+ Cairan Rumen
|
Netral
+ Buffer
|
|
Kembang
Sepatu
|
+
|
+
|
+
|
Gamal
|
+
|
+
|
++
|
Kaliandra
|
+++
|
-
|
+++
|
Singkong
|
+++
|
+
|
+
|
Lamtoro
|
++++
|
++++
|
++++
|
Tabel
2. Busa Sebagai Indikator Adanya Saponin pada Filtrat Panas
Nama
Daun
|
Perlakuan
|
||
Netral
|
Netral
+ Cairan Rumen
|
Netral
+ Buffer
|
|
Kembang
Sepatu
|
+++
|
-
|
-
|
Gamal
|
+
|
+
|
+++
|
Kaliandra
|
+++
|
+
|
+
|
Singkong
|
-
|
+++
|
-
|
Lamtoro
|
++++
|
++++
|
++++
|
Keterangan : - : tidak terdapat buih
+ : sedikit
++ : agak banyak
+++ : banyak
++++ : paling banyak
Tabel 3. Jumlah Protozoa pada Daun
Gamal
Daun Gamal
|
Perlakuan filtrat panas
|
Jumlah
|
||||
Bidang pandang
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
Protozoa
hidup
|
19
|
10
|
11
|
6
|
6
|
52
|
Protozoa
mati
|
4
|
2
|
14
|
8
|
3
|
31
|
Tabel 4. Jumlah Protozoa pada
Cairan Rumen
Cairan Rumen
|
Perlakuan filtrat panas
|
Jumlah
|
||||
Bidang pandang
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
Protozoa
hidup
|
8
|
5
|
3
|
6
|
3
|
25
|
Protozoa
mati
|
2
|
3
|
2
|
2
|
21
|
30
|
Dari
hasil tersebut, dapat dicari jumlah protozoa per/ml dengan rumus :
∑
Protozoa/ml = ( n/5) x (Fp/v) x 104
Daun gamal (
protozoa hidup) = (52/5) x (2/0,064) x 104 = 3.250.000/ml
Daun gamal
(protozoa mati) = (31/5) x
(2/0,064) x 104 = 198.400/ml
Rumen (protozoa
hidup) = (25/5) x
(2/0,064) x 104 = 1.562.500/ml
Rumen (protozoa
mati) = (30/5) x
(2/0,064) x 104 = 1.875.000/ml
Keterangan rumus
:
n :
jumlah protozoa
Fp : faktor pengencer = 2
V : volume
Volume = tebal x lebar x k.kecil x k.besar
= 0,1 x 0,0025 x 16 x
16
= 0,064
Pembahasan
Saponin adalah detergen alami yang ditemukan di banyak tanaman serta
merupakan jenis glikosida yang terdiri dari glikon (glukoa,
fruktosa, dll) dan aglikon (senyawa bahan alam lainnya). Saponin dapat ditemukan pada biji-bijian dan hijauan makan ternak seperti
alfa alfa, sunflower, soybean, dan peanut. Fitokimia Saponin
banyak terdapat pada kacang-kacangan dan daun-daunan. Spesies tanaman Sapindus
seperti Sapindus saponaria, S. rarak, S. emarginatus, S. drummonii dan
S. delavay pada umumnya mempunyai kandungan saponin yang tinggi Penelitian mengungkapkan bahwa saponin dapat
sebagai anti mikroba dan meningkatkan sistem imunitas.
Adanya saponin pada filtrat jelas tampak ditandai dengan adanya busa
setelah dikocok dan didiamkan. Pada praktikum kali ini, filtrat yang memiliki
jumlah buih/busa paling banyak adalah daun lamtoro baik dalam bentuk filtrat
panas maupun filtrat dingin. Adapun daun lamtoro mengandung mimosin dan daun
singkong mengandung zat antinutrisi berupa tannin dan sianida Selain itu, busa
lebih banyak terdapat pada filtrat yang diberi air dingin tanpa dipanaskan,
walaupun ada beberapa filtrat yang terdapat busa lebih banyak pada air yang
dipanaskan. Kesalahan-kesalahan antara korelasi pengaruh panas
dan kadar saponin ini diduga karena kesalahan praktikan dalam metode yaitu
proses mengocok filtrat dan tidak menunggu sampai buih stabil Menurut
literatur, keadaan panas atau pemanasan pada daun/bahan pakan yang mengandung
saponin dapat menurunkan kadar saponin yang dapat dilihat dari busa yang
dihasilkan semakin sedikit.
In vitro
(dari bahasa Latin, berarti "di dalam kaca")
adalah istilah yang dipakai dalam biologi
untuk menyebutkan kultur suatu sel, jaringan,
atau bagian organ
tertentu di dalam laboratorium. Istilah ini dipakai karena kebanyakan
kultur artifisial ini dilakukan di dalam alat-alat laboratorium yang terbuat
dari kaca,
seperti cawan petri, labu Erlenmeyer,
tabung
kultur, botol,
dan sebagainya. Kultur jaringan dan berbagai variasinya biasa disebut sebagai
pembiakan in vitro.
Cara in vitro merupakan
cara pembiakan sel yaitu dengan mengisolasi sel kemudian ditumbuhkan atau
diperbanyak menggunakan media. Pembiakan sel dapat dilakukan dengan 2 cara
yakni biakan primer dan sekunder. Biakan
primer adalah biakan yang diambil langsung dari jaringan organisme tanpa
proliferasi sel secara in vitro.
ementara itu, biakan sekunder ialah biakan yang dikembangbiakkan dari
biakan primer.
Percobaan yang kedua adalah uji pengaruh saponin
terhadap populasi protozoa pada cairan rumen dan filtrat daun gamal. Pada daun
gamal, jumlah protozoa yang hidup 3.250.000/ml lebih banyak dibandingkan dengan
protozoa yang mati 198.400/ml, sedangkan pada cairan rumen justru jumlah
protozoa hidup 1.562.500/ml lebih sedikit daripada protozoa mati 1.875.000/ml.
Populasi protozoa yang mati lebih banyak pada cairan rumen yaitu 1.875.000/ml
dibandingkan pada dau gamal 198.400/ml. Apabila dibandingkan dengan literatur,
seharusnya populasi protozoa yang hidup pada rumen lebih banyak daripada
protozoa mati sehingga pada kondisi rumen yang normal tidak terdapat saponin.
Hasil di literatur dikondisikan rumen dalam keadaan normal (diambil setelah 5
jam selesai makan), sehingga protozoa masih dapat berkembang biak. Menurut
literatur, pada kondisi rumen yang normal populasi protozoa sebanyak 105-106
per ml isi rumen (Januarti, 2009). Perbedaan jumlah protozoa hasil praktikum
dengan literatur ini juga disebabkan oleh kesalahan praktikan dalam menghitung
protozoa mati dan hidup dan sudut pandang yang berbeda. Penambahan saponin juga
dapat menurunkan populasi protozoa dalam rumen.
Populasi protozoa dapat dijadikan indikator apakah
suatu pakan cocok dikonsumsi dengan melihat jumlah protozoa yang mati dan
hidup. Protozoa mati dicirikan dengan warna hitam , sedangkan protozoa hidup
dicirikan dengan warna bening.
Kesimpulan
Saponin
banyak terdapat pada hijauan makanan ternak leguminosa. Pada praktikum ini,
saponin banyak terdapat pada gamal dan lamtoro dapat dilihat dari busa yang
dihasilkan pada tanaman ini lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang lain.
Saponin memiliki kemampuan membentuk busa (surfaktan) sehingga uji saponin
biasa menggunakan pelarut air untuk mengindikasikan adanya saponin. Perlakuan
panas pada uji saponin dengan indikator busa menunjukkan terjadi penurunan
kadar saponin. Penggunaan saponin sangat berpengaruh terhadap
populasi protozoa rumen. Pada percobaan Berdasarkan
hasil pengamatan di bawah mikroskop, terlihat sangat banyak protozoa hidup pada
daun gamal , sedangkan pada cairan rumen protozoa hidup lebih sedikit.
DAFTAR PUSTAKA
Adrizal. 2003. Singkong pakan unggas potensial yang
terlupakan. Poultry
Indonesia. Edisi Desember 2003. No 284. Hal.16.
Anonim. 2011.
Daun Gamal (Gliricidia sepium) obat
scabies pada kambing. http://bandungkambingetawa.wordpress.com/2011/06/29/daun-gamal-gliricidia
sepium-obat-scabies-pada-kambing/. Diakses tanggal [2 Maret 2012]
Anonim. 2011. Lamtoro (Leucaena leucocephala) Tanaman Makanan Ternak. http://www.ojimori.com/2011/06/28/lamtoro-leucaena-leucocephala-tanaman-makanan-ternak/. Diakses
tanggal [2 Maret 2012]
Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Hardiyanto, S.
2001. Kecemaan (in vitro) dan kelarutan ransum komplit domba berbahan
baku jerami teramoniasi dan onggok yang mendapat Perlakuan cairan rumen.
Skripsi. Fakultas Petemakan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Jalaludin.
1994. Uji banding gamal dan angsana sebagai sumber protein, daun kembang
sepatu, dan minyak kelapa sebagai agensia defaunasi dan suplementasi, analog
hidroksimethionin dan amonium sulfat dalam ransum pertumbuhan sapi perah
jantan. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Purwantari,
Tresnia. 2008. Fermentabilitas in vitro
dan produksi biomassa mikroba ransum komplit yang mengandung jerami sorgum,
konsentrat dengan penambahan suplemen pakan. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Sandhy, S.W.2000. Beternak Itik Tanpa Air. Penebar
Swadaya:
Jakarta.
Soetanto,
Hendrawan. 2008. Mikrobiologi Rumen. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas
Peternakan. Universitas Brawijaya: Malang.
Susanti, Fifi.
2002. Peningkatan manfaat akasia (Acacia
sp), kaliandra (Calliandra
calothyrsus) dan lamtoro (Leucaena
leucocephala) dengan fermentasi kapang Aspergillus
Niger. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Sulistiono, Dwi
Arif. 2010. Saponin. http://www.scribd.com/doc/33507680/SAPONIN.
Diakses tanggal [2
Maret 2012]
Wiryawan, K.G.,
Wina, E., Ernawati, R. 1999. Pemanfaatan tanin kaliandra (Calliandra calothyrsus) sebagai agen pelindung beberapa sumber
protein pakan (in vitro). Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
Bidang Ilmu Hayat. Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayat IPB. Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar